Srawung Ben Ra Suwung: Membedah Pengalaman Puitis dalam Tema ‘Terlambat Hujan di Bulan Juni’
SOLO, JATENGNOW.COM – Forum Srawung Ben Ra Suwung kembali menggelar diskusi edisi kedua, kali ini dengan tajuk ‘Terlambat Hujan di Bulan Juni’. Acara tersebut berlangsung di Kopi Parang Kampung Sondakan, Kecamatan Laweyan, pada Selasa (10/7/2024).
Saat tema ini diumumkan di grup WhatsApp, mayoritas anggota yang merupakan peserta dari pertemuan Selasa Pahing pertama merespons dengan cepat dan antusias. Mereka sepakat bahwa puisi adalah bentuk ekspresi yang mampu mewakili berbagai perasaan secara mendalam.
Seperti pada edisi perdana, Srawung Ben Ra Suwung memberi kebebasan bagi peserta untuk memperluas sudut pandang mereka. Pertanyaan “Apa pengalaman puitis yang pernah terjadi dalam hidup kalian?” menjadi pemicu diskusi yang menarik.
Respon positif datang dari publik yang terhubung melalui media sosial. Terbukti, 33 peserta hadir mengisi ruang depan Kopi Parang. Keakraban langsung tercipta di antara mereka, dengan sebagian peserta sudah mempersiapkan beragam materi untuk ditampilkan.
Berbagai kisah personal tentang cinta, kenangan, harapan, dan tawa disajikan dalam bentuk puisi, cerita pendek, dan potongan cerita. Semua itu disambut dengan hangat oleh peserta lainnya. Selalu ada momen ketika penggalan kisah yang disampaikan memiliki irisan yang mampu dimaknai oleh masing-masing orang, menggambarkan bagaimana waktu tak selalu mampu menyembuhkan luka.
Acara ini juga menyoroti pentingnya memberi dan menerima dalam takaran yang sesuai, serta keberanian untuk melangkah menapaki fase kehidupan yang baru. Srawung Ben Ra Suwung berharap dapat memberikan ruang bagi semua kalangan untuk beresonansi secara positif.
Salah satu peserta, Byan Mandala, yang hadir secara tidak sengaja, membagikan cerita yang menggugah hati. Byan memperkenalkan diri dan menceritakan kesibukannya di komunitas Myndfulact, yang bergerak di area hidup berkesadaran. Ia kemudian membacakan puisi karya Thich Nhat Hanh, seorang biksu Buddha Zen Vietnam yang terkenal, berjudul “Call Me by My True Names” atau dalam bahasa Indonesia, “Tolong Panggil Aku dengan Nama Asliku”.
Puisi tersebut menceritakan keadaan pengungsi pasca Perang Vietnam, ditulis dalam sepucuk surat oleh banyak pengungsi yang dikirim ke Plum Village.
“Puisi ini menggambarkan betapa pentingnya mengenali dan memanggil seseorang dengan nama asli mereka,” ungkap Byan.
Srawung Ben Ra Suwung tidak hanya berfokus pada kegiatan Selasa Pahing yang identik dengan aktivitas literasi. Beberapa agenda acara telah dipersiapkan dalam waktu dekat. Informasi seputar kegiatan dan aktivitas lainnya dapat ditemukan melalui akun Instagram srawungbenrasuwung. Ke depan, ruang kecil di dunia maya ini akan terbuka untuk menampung beragam catatan serta ekspresi dalam berbagai media, semuanya hadir untuk merayakan kehidupan. (jn02)