Yudi Dipermalukan di Komisi III DPR RI, Mantan Istri Bongkar Laporan Palsu
SOLO, JATENGNOW.COM – Kasus yang melibatkan Yudi (43), seorang warga Solo, dan mantan istrinya, Arimbi (39), telah menciptakan polemik berkepanjangan hingga menyeret mereka ke hadapan Komisi III DPR RI. Drama ini mencapai klimaks pada Senin (30/12/2024), ketika fakta-fakta baru terungkap dalam rapat tertutup di Gedung DPR RI.
Awalnya, Yudi melaporkan bahwa mantan istrinya telah menjadi korban perkosaan yang dilakukan seorang mahasiswa berinisial D (24). Tuduhan itu, menurut pengakuan Yudi dalam sidang pada Kamis (19/12), disertai dengan klaim bahwa anak mereka juga menjadi korban pelecehan seksual oleh D. Namun, dalam konfrontasi terbaru, Arimbi membeberkan bahwa laporan tersebut dibuat di bawah tekanan Yudi.
“Saya dipaksa untuk melaporkan dugaan perkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak saya karena Yudi cemburu dan curiga saya berselingkuh dengan D,” ungkap Arimbi yang didampingi kuasa hukumnya, Mohammad Arnaz SH MH.
Menurut Arimbi, tekanan ini bermula saat Yudi menyekap dirinya dan D di lokasi terpisah selama tiga hari. Ketika D berhasil melarikan diri, Yudi mendorong Arimbi membuat laporan dugaan perkosaan pada Oktober 2017 di Polresta Solo. Namun, pada November 2017, Arimbi mencabut laporan tersebut karena tuduhan itu tidak berdasar.
“Saya tidak ingin melanjutkan kebohongan ini. Tidak ada kejadian perkosaan, dan anak saya pun tidak menjadi korban pelecehan,” tegas Arimbi di hadapan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dan para anggota dewan.
Di sisi lain, Yudi tetap bersikeras pada keyakinannya bahwa Arimbi adalah korban perkosaan, meskipun tidak mampu menghadirkan bukti atau saksi yang relevan. Salah satu saksi yang dia sebutkan bahkan telah meninggal dunia.
Konfrontasi ini membuat pengacara Yudi, Unggul Sopelua Sitorus SH, memilih mengundurkan diri. “Karena tidak adanya fakta atau bukti yang cukup dan kasus ini penuh ketidakpastian, saya mengundurkan diri sebagai kuasa hukum Yudi,” ungkapnya melalui video call, Senin petang.
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan dugaan pemalsuan laporan pidana yang digunakan sebagai alat tekanan emosional dalam konflik rumah tangga. Ketua Komisi III DPR RI menyatakan bahwa rapat tersebut telah mencapai titik terang, meski tidak menghasilkan keputusan hukum. (jn02)