Rusak Balai Desa Pakai Ketapel, Polresta Pati Selesaikan Kasus Lewat Restorative Justice

Kepala Satreskrim Polresta Pati, AKP Heri Dwi Utomo(JatengNOW/dok)
PATI, JATENGNOW.COM — Ketenteraman warga Desa Langse, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, sempat terusik oleh insiden pengrusakan kaca pintu Balai Desa, Rabu (28/5/2025) sekitar pukul 08.00 WIB. Insiden ini menimbulkan kerugian material sekitar Rp5 juta.
Namun, berkat respons cepat dari jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pati, pelaku berhasil diidentifikasi dan diamankan dalam waktu kurang dari 24 jam. Kasus ini diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif.
Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi, melalui Kasat Reskrim AKP Heri Dwi Utomo, mengungkapkan kasus bermula dari laporan petugas kebersihan yang menemukan serpihan kaca dan bekas benturan pada pintu Balai Desa sekitar pukul 07.00 WIB. Temuan itu kemudian dilaporkan kepada Kepala Desa Langse, Amrudin.
Kecurigaan mengarah pada penggunaan proyektil kecil setelah petugas menemukan dua butir gotri di lokasi kejadian. Dugaan pengrusakan disengaja pun diperkuat.
Satreskrim Polresta Pati segera melakukan penyelidikan dan olah tempat kejadian perkara (TKP), serta mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi.
Titik terang muncul pada Rabu malam, sekitar pukul 19.00 WIB, setelah petugas menerima informasi dari masyarakat yang mengarah pada seorang terduga pelaku berinisial ADK (35).
Ia diketahui berada di rumah seorang saksi, Supratno, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Langse.
“Pelaku mengakui telah melakukan pengrusakan menggunakan ketapel dengan melontarkan gotri ke arah pintu Balai Desa,” jelas AKP Heri.
Barang bukti yang diamankan antara lain satu buah ketapel rakitan, tujuh helai karet pentil warna kuning, dan sepuluh butir gotri.
Meskipun kerugian material mencapai Rp5 juta, penyelesaian kasus ini ditempuh melalui jalur restorative justice. Kepala Desa Amrudin selaku korban bersedia memaafkan perbuatan pelaku. Sementara ADK mengakui kesalahan, berjanji tidak mengulangi perbuatannya, serta bersedia mengganti dan memperbaiki kerusakan.
“Kesepakatan damai ini menjadi dasar penyelesaian perkara secara restoratif. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip penegakan hukum yang mengedepankan pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat,” tegas AKP Heri.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana penyelesaian konflik hukum bisa dilakukan melalui pendekatan kekeluargaan dan mediasi, tanpa mengesampingkan aspek hukum dan tanggung jawab pelaku. (JN01)