Permohonan Praperadilan Terdakwa Kasus Korupsi Drainase Manahan Ditolak PN Solo
Pengadilan Negeri (PN) Solo (JatengNOW/Dok)
SOLO, JATENGNOW.COM – Upaya hukum yang diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek drainase kawasan Stadion Manahan, Haminto Mangun Diprojo, melalui jalur praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Solo resmi kandas. Majelis hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Direktur PT Kenanga Mulia tersebut.
Pejabat Humas PN Solo, Subagyo, membenarkan putusan itu. Ia menyampaikan bahwa penolakan telah diputuskan dalam sidang pembacaan putusan praperadilan nomor 9/Pra.Pid/2025/PN Skt yang dipimpin hakim tunggal Ernila Widikartikawati pada Senin (27/10/2025).
“Perkara Nomor 09/Pra.Pid/2025/PN Skt sudah diputus pada Senin, 27 Oktober 2025. Amar putusannya, permohonan praperadilan pemohon gugur,” ujar Subagyo, Selasa (28/10/2025).
Sidang praperadilan tersebut dihadiri langsung oleh pemohon, Haminto Mangun Diprojo, bersama kuasa hukumnya, serta perwakilan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo sebagai pihak termohon.
Menurut Subagyo, majelis hakim menolak praperadilan karena perkara pokok dugaan korupsi tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. “Dengan pertimbangan perkara pokoknya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang, maka permohonan praperadilan pemohon dinyatakan gugur,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Kejari Solo, Supriyanto, menjelaskan bahwa kasus korupsi proyek drainase di kawasan Stadion Manahan itu menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,5 miliar. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan penyimpangan proyek normalisasi saluran drainase sepanjang 700 meter di sisi selatan Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Solo, yang dikerjakan pada 2019.
Proyek dengan anggaran Rp4,5 miliar dari APBD Kota Solo itu melibatkan Arif Nurhadi, eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Solo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Haminto Mangun Diprojo sebagai kontraktor pelaksana.
Penyidik Kejari Solo menemukan bahwa pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan kontrak. Dugaan penyimpangan mencakup penggunaan bahan bangunan di bawah standar, kekurangan volume, serta pekerjaan teknis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Pelaksanaan pekerjaan bertentangan dengan Perpres Pengadaan Barang dan Jasa serta tidak sesuai kontrak yang disepakati antara PPK dan penyedia,” kata Supriyanto. (jn02)
