Angela Buktikan Anak Driver Gojek Bisa Lulus Cumlaude di UKSW

SALATIGA, JATENGNOW.COM – Bagi Angela Maria Magdalena, setiap lembar nilai kuliah dan selembar ijazah bukan sekadar hasil belajar di bangku universitas. Semua itu adalah bukti nyata dari kerja keras kedua orang tuanya, yang diam-diam terus mengumpulkan rupiah dari jalanan dan lantai pabrik, demi satu harapan: melihat anaknya diwisuda.
Angela, gadis berusia 22 tahun, resmi lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga dengan predikat cumlaude dan IPK 3,71. Bukan capaian yang mudah, terlebih ia berasal dari keluarga dengan ekonomi terbatas.
Ayahnya, Dwi Kristanto (49), sehari-hari menjadi driver Gojek sejak 2018. Sementara ibunya, Tri Widyawati (40), bekerja di sebuah pabrik garmen di Kabupaten Semarang. Pendidikan tinggi adalah hal yang tak pernah mereka rasakan, namun jadi impian besar yang ingin diwariskan kepada anak-anak.
“Waktu Angela bilang ingin kuliah, kami langsung bilang iya, meskipun belum tahu bagaimana caranya. Kami hanya yakin Tuhan buka jalan kalau niat kami baik,” ujar Dwi.
Untuk menyisihkan uang kuliah, Dwi bekerja hingga malam hari, bahkan sering tetap mengemudi saat hujan turun. Sementara Tri pulang dalam kondisi lelah dari pabrik, tapi tetap menyempatkan waktu membantu anak-anak belajar.
Angela menyadari sepenuhnya bahwa kuliah yang ia jalani adalah hasil dari perjuangan yang diam-diam dilakukan setiap hari oleh orang tuanya. Karena itu, ia menjalaninya dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan studi dalam empat tahun, tetap aktif berorganisasi, dan sesekali mengajar les untuk menambah uang jajan.
“Saya tidak ingin sia-siakan perjuangan orang tua. Bagi saya, bisa belajar di kampus saja sudah luar biasa,” ucap Angela.
Hari wisuda menjadi puncak emosi yang tak bisa dibendung. Dwi berdiri di antara para orang tua, sesekali mengangkat ponsel untuk mengambil foto anak sulungnya yang tersenyum dalam balutan toga. Di tangan Angela, map batik sederhana ia genggam erat—bukan karena nilainya mahal, tapi karena menjadi lambang harapan yang terus mereka pegang sejak awal.
Tak ada pesta mewah, tak ada hadiah mahal. Tapi di hari itu, Angela membawa pulang sesuatu yang lebih besar: kebanggaan, kehormatan, dan semangat untuk terus melangkah.
Kini, ia sedang mempersiapkan diri untuk segera bekerja, agar bisa membantu ekonomi keluarga dan membiayai pendidikan sang adik.
“Kami belum selesai berjuang. Ini baru permulaan. Saya ingin membalas semua kebaikan orang tua saya,” katanya lirih.
Cerita Angela menjadi pengingat bahwa prestasi tinggi tak selalu lahir dari kemewahan. Kadang, justru lahir dari peluh di jalanan, sabar di antara mesin pabrik, dan cinta yang tidak banyak bicara.
Mereka yang berani bermimpi, selalu punya jalan untuk mencapainya. (jn02)