Cerita Wastra, Sejarah dalam Setiap Goresan Batik di Alila Solo

0

Cerita Wastra, Sejarah dalam Setiap Goresan Batik di Alila Solo (JatengNOW/Kevin Rama)

SOLO, JATENGNOW.COM – Dalam setiap helai kain batik, tersimpan sejarah yang abadi. Setiap motif dan goresan canting menceritakan kisah budaya yang kaya, dan kali ini, cerita itu akan dihidupkan dalam pameran eksklusif bertajuk “Cerita Wastra”. Pameran ini menampilkan koleksi batik milik Ninik Dyahningrum Joesoef yang penuh dengan nilai sejarah dan kenangan.

Dari tanggal 2 hingga 4 Oktober 2024, pameran ini diadakan di Alila Solo, bertepatan dengan peringatan Hari Batik Nasional. Para pengunjung dapat menikmati keindahan, serta menggali makna dari setiap kain yang dipajang, di mana tiap motif menyimpan kisah yang kaya akan sejarah.

Ninik Dyahningrum Joesoef berbagi bahwa ide pameran ini sebenarnya lahir dari keinginan sederhana, yakni membuat peringatan Hari Batik Nasional untuk tim hotel.

Pameran Kain Batik di acara Cerita Wastra di Alila Solo (JatengNOW/Kevin Rama)

“Awalnya hanya ingin buat kegiatan kecil, tapi idenya berkembang. Lalu kami membuat konsep pameran dengan memajang batik-batik di dinding. Kebetulan saya punya teman kurator yang membantu, dan jadilah pameran ini,” ungkapnya.

Pameran ini menampilkan total 22 wastra, dengan 16 kain batik yang dipamerkan di dinding, serta 6 kain yang dibawakan oleh penari peragawati. Berbeda dari fashion show, para penari membawa kain-kain tersebut dengan tarian yang menghibur, menciptakan suasana yang intim dan hangat.

Salah satu koleksi yang paling berkesan bagi Ninik adalah Batik Pengsi Lereng Buntal. Kain ini bukan hanya sekedar selembar batik, melainkan membawa kenangan indah bersama sang ibu.

“Batik itu dibeli ibu saya dengan cara mencicil. Dulu ada bakul batik yang keliling, dan ternyata cicilannya belum lunas, tapi sudah saya bawa ke Jogja waktu kuliah, dan saya pakai untuk selimut. Kenangan itu yang membuatnya sangat berharga,” ceritanya.

Talk Show Cerita Wastra di Alila Solo (JatengNOW/Kevin Rama)

Selain itu, ada juga Batik Sudagaran yang penuh detail dan motif rumit, salah satu karya yang pengerjaannya memakan waktu lama dan baru disadari Ninik betapa rumitnya saat ia mulai mengumpulkan batik di tahun 90-an.

Sebagai seorang pencinta batik, Ninik turut menyoroti betapa berharganya proses pembuatan batik.

“Dulu orang membuat batik pakai olah rasa, kadang mereka berpuasa. Pengerjaannya bisa 6 bulan sampai satu tahun. Sekarang, batik lebih ke industri, cepat dijual, dan pembatik lama sudah sangat sulit ditemui,” ujarnya dengan nada penuh keprihatinan.

Meski ini adalah pameran pertamanya, antusiasme pengunjung membuat Ninik terkejut.

“Saya tidak menyangka responnya sehebat ini, membuat saya terharu dan bangga,” katanya.

Sebagai pesan penutup, Ninik memberikan pesan untuk mencintai batik seperti mencintai diri sendiri.

“Cintailah batik seperti kamu mencintai dirimu sendiri,” pesannya. (jn02)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *