IKAHUM Unisri Bentuk LBH untuk Bantu Warga Miskin Cari Keadilan
SOLO, JATENGNOW.COM – Kesenjangan dalam penegakan hukum masih menjadi persoalan di Indonesia, terutama bagi masyarakat miskin yang sering kali tidak mampu membayar jasa pengacara. Melihat realitas tersebut, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (IKAHUM Unisri) mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai solusi untuk memberikan pendampingan hukum secara gratis.
Ketua LBH IKAHUM Unisri, Bekti Pribadi, menjelaskan bahwa lembaga ini dibentuk untuk membantu masyarakat kurang mampu di Solo yang membutuhkan pembelaan hukum. Menurutnya, banyak warga miskin yang tidak mendapatkan keadilan karena kendala finansial dan minimnya pemahaman hukum.
“Mereka tidak memiliki uang untuk membayar pengacara, dan sebagian besar buta hukum. Akibatnya, keadilan sulit mereka raih. Kami, para alumni, merasa terpanggil untuk membentuk LBH ini demi melayani masyarakat yang kurang mampu, baik sebagai pelaku maupun korban dalam kasus hukum,” ujar Bekti, Rabu (22/1).
LBH ini beroperasi tanpa memungut biaya dari klien, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bekti menambahkan bahwa pendampingan hukum tidak hanya terbatas pada kasus pidana, tetapi juga mencakup perdata seperti sengketa, warisan, dan perjanjian.
“Kami ingin memastikan bahwa slogan ‘semua sama di mata hukum’ benar-benar terwujud,” tegasnya.
LBH IKAHUM Unisri saat ini telah memiliki 14 pengacara yang semuanya adalah alumni Unisri. Bekti menyatakan bahwa lembaga ini sedang dalam proses pendaftaran ke Kesbangpol dan Kementerian Hukum untuk memastikan profesionalitas dalam pendampingan hukum.
Ketua IKAHUM Unisri, Purwono, menegaskan bahwa LBH ini juga merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat.
“Negara kita adalah negara hukum, tetapi sayangnya hukum sering kali tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Dengan LBH ini, kami ingin mengubah paradigma tersebut dan mewujudkan keadilan bagi semua,” katanya.
Purwono juga menegaskan bahwa meskipun layanan ini gratis, pendampingan hukum harus dilakukan hingga tuntas tanpa setengah-setengah.
“Kami tidak ingin ada kasus di mana pendampingan berhenti di tengah jalan. Semua harus selesai dengan baik untuk memastikan hak-hak klien terpenuhi,” tutupnya. (jn02)