Perda Baru Tuai Kritik, Pedagang Solo: “Masa Depan Pasar Tradisional Terancam”

Perda Baru Tuai Kritik, Pedagang Solo: “Masa Depan Pasar Tradisional Terancam” (JatengNOW/Dok)
SOLO, JATENGNOW.COM – Sejumlah pedagang Pasar Gede menggelar aksi protes di depan pasar pada Senin (17/2) pagi, bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-280 Kota Solo. Mereka menolak beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat, terutama Pasal 35 ayat A dan B.
Koordinator aksi, Wiharto, menyatakan bahwa aturan baru ini memicu keresahan di kalangan pedagang. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah larangan balik nama Surat Hak Penempatan (SHP) serta pembatasan kepemilikan SHP hanya satu per pedagang. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi mengancam keberlangsungan pasar tradisional dan menghambat regenerasi pedagang.
“Kami meminta Pemkot, dalam hal ini Dinas Perdagangan (Disdag), untuk mencermati kembali, mengevaluasi, dan merevisi perda tersebut. Kami juga mendesak agar pemberlakuannya ditangguhkan,” ujar Wiharto.
Ia mencontohkan dampak aturan ini bagi pedagang yang sebelumnya memiliki beberapa kios. Dengan aturan baru, mereka harus mengembalikan kios yang melebihi batas kepemilikan. Hal ini dinilai tidak adil, terutama bagi pedagang yang membutuhkan lebih dari satu kios untuk usaha mereka. Selain itu, jika seorang pedagang meninggal dunia, ahli waris tidak bisa langsung meneruskan usaha karena SHP harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum diajukan kembali dengan biaya tambahan.

Aksi protes ini juga ditandai dengan pembagian jenang penandang atau jenang papa—sejenis jenang tumpang yang ditaburi daun pepaya sebagai simbol kepahitan yang dirasakan para pedagang akibat kebijakan baru ini.
Di sisi lain, Kepala Bidang Sarana Distribusi Perdagangan Disdag Solo, Joko Sartono, yang hadir di lokasi mengungkapkan bahwa aturan tersebut masih menunggu Peraturan Wali Kota (Perwali) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan perda.
“Perdanya memang sudah ada sejak 2024, tapi Perwalinya baru akan diterbitkan tahun 2025. Jika ada keberatan dari pedagang, silakan disampaikan sebelum Perwali ditetapkan,” ujar Joko.
Ia juga menegaskan bahwa perda merupakan produk bersama antara legislatif dan eksekutif, sehingga revisi hanya bisa dilakukan sesuai prosedur dan setelah aturan ini diberlakukan selama setahun.
“Kami akan tetap membuka ruang diskusi. Jika nantinya ada yang perlu direvisi, kami akan membahasnya bersama dengan komisi terkait,” tambahnya.
Aksi pedagang ini mencerminkan kekhawatiran mereka terhadap masa depan usaha di pasar tradisional. Mereka berharap ada solusi yang lebih adil agar kebijakan baru tidak justru mempersulit keberlanjutan usaha mereka di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat. (jn02)