Polresta Solo Terima Aduan Dugaan Makanan Non-Halal Ayam Widuran, Serahkan Penanganan ke Pemkot

Kasatreskrim Polresta Surakarta, AKP Prastiyo Triwibowo (JatengNOW/Kevin Rama)
SOLO, JATENGNOW.COM – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Solo telah menerima aduan dari seorang warga terkait dugaan penggunaan bahan non-halal oleh Rumah Makan Ayam Goreng Widuran yang berlokasi di Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo. Aduan tersebut disampaikan Mochammad Burhanudin pada Senin (26/5/2025), yang menyatakan keresahan masyarakat Muslim terhadap sajian rumah makan tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Solo, AKP Prastiyo Triwibowo, menjelaskan bahwa pihaknya telah mempelajari isi aduan yang dilayangkan. Burhanudin melaporkan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
“Kami menerima surat aduan pidana dari salah satu kelompok masyarakat terkait dugaan penggunaan bahan non-halal dalam masakan di salah satu rumah makan di Solo,” ujar AKP Prastiyo saat ditemui di Mapolresta Solo, Senin malam.
Namun, AKP Prastiyo menegaskan bahwa persoalan tersebut berada dalam kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat. Ia merujuk pada Pasal 23 hingga 25 dalam UU Jaminan Produk Halal, yang mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha terkait pengurusan sertifikasi halal.
“Perkara ini telah ditangani dari sisi administratif oleh Pemkot Solo. Jika pelaku usaha belum pernah mengurus sertifikat halal, maka sanksi administratif dapat diberikan sesuai Pasal 27, berupa teguran lisan, peringatan tertulis, atau denda,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan, jika ternyata rumah makan tersebut telah memiliki sertifikat halal namun dalam praktiknya menggunakan bahan non-halal, maka permasalahan dapat masuk ranah pidana.
“Kalau memang sudah ada sertifikat halal dan terbukti ada penyimpangan, maka itu bisa kami tindak lebih lanjut sesuai undang-undang,” kata AKP Prastiyo.
Sebelumnya, pelapor Mochammad Burhanudin, yang juga pengurus MUI Kota Surakarta dan warga Nahdlatul Ulama, menyampaikan bahwa aduan ini dilayangkan karena banyak masyarakat merasa tertipu. Ia menyoroti bahwa rumah makan tersebut baru mencantumkan label “non-halal” setelah kasusnya viral di media sosial.
“Selama ini tidak ada keterangan non-halal, padahal sudah puluhan tahun beroperasi. Masyarakat merasa tertipu karena baru belakangan diketahui bahwa makanan tersebut bukan untuk konsumsi umat Islam,” kata Burhanudin.
Ia berharap aduan ini bisa diproses secara hukum agar memberikan kepastian bagi masyarakat, serta menjadi pelajaran bagi pelaku usaha agar transparan dalam menyajikan produk makanan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemerintah Kota Solo sendiri telah memberikan sanksi administratif berupa penutupan sementara terhadap rumah makan tersebut, sebagai langkah awal penanganan kasus ini. (jn02)