Respati-Astrid Segera Dilantik, PDIP Solo Siap Dukung Pemerintahan Baru

Respati Astrid saat bertemu dengan Presiden Parabowo Subianto(JatengNOW/Dok)
SOLO, JATENGNOW.COM – Wali Kota Solo terpilih, Respati Ardi, dan Wakil Wali Kota Solo terpilih, Astrid Widayani, dijadwalkan akan dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Kamis (20/2). Pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus ini berhasil memenangkan Pilkada Solo 2024 dan siap memimpin kota dalam lima tahun ke depan.
Ketua DPC PDIP Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, menegaskan bahwa PDIP akan mendukung pemerintahan baru baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, ia menekankan bahwa kritik yang diberikan harus bersifat konstruktif dan solutif.
“Kami mendukung pemerintahan Respati-Astrid. Jika ada kritik, harus yang membangun dan disertai solusi. Kami tidak akan menghalangi kebijakan pemerintahan,” ujar Rudy, Senin (17/2).
Sebagai bentuk dukungan, Rudy mencontohkan peran PDIP dalam menyelesaikan polemik internal DPRD Solo yang sempat menghambat pembahasan RAPBD 2025. Menurutnya, kepentingan rakyat harus diutamakan agar program pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Rudy juga menegaskan bahwa kebijakan kepala daerah harus selaras dengan visi misi Presiden Prabowo, terutama dalam aspek efisiensi anggaran. Ia menekankan pentingnya menyesuaikan alokasi dana agar pembangunan Kota Solo tetap berjalan tanpa membebani keuangan daerah.
“Titik-titik prioritas pembangunan Kota Solo harus sesuai dengan RPJMD. Jika ada program yang tidak masuk dalam RPJMD, maka harus menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN),” jelasnya.
Selain itu, Rudy mengingatkan agar proyek-proyek pembangunan yang bersumber dari dana hibah atau Corporate Social Responsibility (CSR) harus dikelola dengan baik agar tidak membebani anggaran daerah. Ia mencontohkan pembangunan Museum Budaya, Sains, dan Teknologi yang didanai oleh swasta atau hibah, namun membutuhkan biaya operasional seperti listrik yang mencapai Rp150 juta.
“Itu yang harus dipikirkan. Jangan semua dibebankan ke APBD karena efisiensi tetap perlu dijaga,” pungkasnya. (jn02)