Seputar Ramadan: Jemunak, Sajian “Wajib” Buka Puasa di Gunungpring Magelang yang Penuh Filosofi

0

Pembuatakn Jemunak, Sajian "Wajib" Buka Puasa di Gunungpring Magelang yang Penuh Filosofi (JatengNOW/Dok. Pemprov Jateng)

MAGELANG, JATENGNOW.COM – Di antara hiruk pikuk bulan Ramadan, Desa Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, menghadirkan sebuah jajanan tradisional yang istimewa yakni jemunak.

Lebih dari sekadar camilan, jemunak menyimpan filosofi dan tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Jemunak terbuat dari perpaduan ketela pohon dan ketan yang dikukus, ditumbuk halus, dan disajikan dengan parutan kelapa dan juruh (gula merah cair). Rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut menjadikannya kudapan favorit untuk berbuka puasa.

Keunikan jemunak terletak pada cara pembuatannya yang masih menggunakan peralatan tradisional. Ketela pohon diparut dengan tangan, dicampur dengan ketan, dan dikukus dalam tungku kayu bakar. Proses ini menghasilkan aroma khas yang membangkitkan kenangan masa kecil.

Nama “jemunak” sendiri berasal dari kalimat “ujung-ujung ketemu penak”, yang bermakna “pada akhirnya akan menemui kenikmatan”. Filosofi ini mengingatkan kita bahwa setelah menahan lapar dan dahaga selama seharian, rasa nikmat akan datang saat berbuka puasa.

Bagi masyarakat Gunungpring, jemunak bukan sekadar jajanan, tapi juga simbol keikhlasan dan kebersamaan. Tradisi membuat dan menyantap jemunak bersama keluarga dan tetangga menjadi momen istimewa untuk mempererat tali persaudaraan.

Salah satu pembuat jemunak di Desa Gunungpring, Ponisih, mengatakan bahwa ia hanya memproduksi jemunak saat bulan Ramadan. “Tidak lengkap kalau buka puasa tanpa jemunak,” tuturnya.

Ponisih adalah generasi kelima yang meneruskan tradisi pembuatan jemunak di keluarganya. Ia mengaku tak pernah sepi dari permintaan, bahkan Sultan Yogyakarta pun pernah memesan jemunak darinya.

“Jemunak menjadi sajian wajib bagi masyarakat Gunungpring saat berbuka puasa. Setiap hari, saya menghabiskan 25 kilogram ketela untuk membuat sekitar 700 bungkus jemunak,” ungkap Ponisih.

Di tengah modernisasi dan gempuran jajanan kekinian, jemunak tetap eksis sebagai warisan budaya yang tak ternilai. Keberadaannya menjadi pengingat bagi generasi muda untuk terus menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur. (jn02)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *