Srawung Ben Ra Suwung, Menjembatani Generasi dengan Wayang Orang Digital di Sriwedari

Srawung Ben Ra Suwung, Menjembatani Generasi dengan Wayang Orang Digital di Sriwedari (JatengNOW/Dok)
SOLO, JATENGNOW.COM – Kemajuan teknologi informasi menawarkan kemudahan dan kecepatan, namun di tengah banjir informasi, Generasi Z dan milenial membutuhkan “kompas” agar tidak tersesat. Inilah yang menjadi tema forum Srawung Ben Ra Suwung (SBRS) yang kali ini digelar di Gedung Wayang Orang Sriwedari, Selasa (5/11/2024) malam, untuk membekali peserta dengan kecakapan literasi sembari menyerap nilai-nilai budaya.
Setelah empat seri diskusi, forum ini beralih ke panggung seni tradisional, memadukan wawasan budaya dengan isu-isu kontemporer. Peserta diajak menyelami seni wayang orang sebagai bagian dari tradisi budaya Jawa, yang sejak lama menyajikan tontonan sebagai tuntunan—tontonan yang mendidik.
Nova, anggota SBRS sekaligus bagian dari keluarga Wayang Orang Sriwedari, mengajak peserta untuk menyaksikan langsung proses persiapan para pemain, yang melibatkan improvisasi dalam berakting tanpa naskah dialog formal.
“Penonton dapat mengikuti alur cerita dari awal sampai akhir tanpa kehilangan makna,” jelas Nova.
Para peserta forum SBRS berkesempatan melihat di balik layar, menyaksikan proses para pemain merias diri tanpa bantuan make-up artist. Tak hanya itu, mereka diperkenalkan pada lakon wayang Petruk Nagih Janji, yang diiringi gending gamelan sebagai pembuka.
Lakon ini mengisahkan keberhasilan Petruk mengalahkan Prabu Pandu Pragolamanik. Namun, janji Kresna pada Petruk tak ditepati. Konflik kemudian berkembang dengan kehadiran Prabu Baladewa yang melamar Dewi Wrantawati untuk Raden Lesmana Mandrakumara, hingga terjadi ketegangan antara Petruk dan Baladewa, yang disusul kedatangan Patih Sengkuni dan kawan Kurawa ke Alun-Alun Dwarawati.
Pertunjukan disajikan dengan elemen modern. Di tengah dialog bahasa Jawa Krama, kosakata modern diselipkan sebagai upaya menarik penonton yang kurang akrab dengan bahasa Jawa. Layar tambahan menampilkan terjemahan dwibahasa, Indonesia dan Inggris, yang membantu penonton mengikuti cerita.
Keberadaan karakter Bagong dan tokoh punakawan lainnya menyegarkan suasana dengan guyonan yang relevan dengan penonton masa kini. Dalam sesi Goro-Goro, Bagong mengejutkan penonton dengan bercanda bahwa ada “orang gabut” di antara penonton, yang sengaja datang untuk menikmati pertunjukan di awal pekan. Guyonan Bagong ini pun disambut gelak tawa.
Acara malam itu ditutup dengan kepuasan penonton yang terlihat dari ekspresi bahagia mereka. Beberapa peserta bahkan mengutarakan rencana untuk kembali menyaksikan pertunjukan serupa di masa mendatang. SBRS kali ini berhasil menghadirkan perpaduan budaya dan literasi digital yang mempertemukan generasi baru dengan tradisi lama di panggung Sriwedari. (jn02)