Tangkal Radikalisme di Pilkada 2024, Amir Mahmud Center Serukan Kolaborasi

0
WhatsApp-Image-2024-08-09-at-22.12.26_323da5a6

Dialog Interaktif 'Ancaman Radikalisme di Penyelenggaraan Pilkada 2024' di Do Eat Caffee, Jumat (9/8/2024)(JatengNOW/Benediktus Candra)

SOLO, JATENGNOW.COM – Ancaman radikalisme ternyata masih ada dan nyata, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024. Untuk itu, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari media, akademisi, aktivis sosial, hingga masyarakat luas. Begitulah pesan yang disampaikan oleh Amir Mahmud, Direktur Amir Mahmud Center, dalam sebuah dialog interaktif ‘Ancaman Radikalisme di Penyelenggaraan Pilkada 2024’ di Do Eat Caffee, Jumat (9/8/2024) malam.

“Radikalisme dalam konteks agama biasanya muncul karena ketidakpuasan satu kelompok terhadap pemimpinnya,” kata Amir.

Menurutnya, dengan sejarah yang sudah ada, kita harus waspada dan siap menghadapi potensi ancaman ini selama pesta demokrasi nanti.

Lebih lanjut, Amir menjelaskan perbedaan antara fundamentalisme dan radikalisme. Fundamentalisme, katanya, adalah pemahaman yang sudah sangat mengakar dalam diri seseorang hingga menjadi gaya hidup. Namun, jika pemahaman itu berkembang menjadi kepercayaan buta yang membuat seseorang mudah menyalahkan yang lain, maka itulah yang disebut radikalisme.

“Fundamentalisme masih berada di level kepercayaan, sementara radikalisme sudah masuk ke tindakan nyata,” jelasnya.

Bahkan ada yang lebih ekstrem, di mana orang tersebut tidak hanya menyalahkan tetapi juga ingin merombak sesuatu secara mendasar.

Amir menekankan pentingnya pemahaman yang jelas tentang radikalisme dan menyarankan untuk menyebarkannya, terutama di media sosial. Kampanye radikalisme juga sering menggunakan platform ini, jadi penting untuk memanfaatkan media sosial secara bijak.

Sementara itu, Anas Syakhirul, Ketua PWI Solo, menyoroti masifnya penggunaan media sosial yang berbeda dengan media mainstream.

“Media sosial itu tanpa pengawasan, berbeda dengan media mainstream yang punya pengawas, mulai dari reporter hingga Dewan Pers,” ujarnya. Karena itu, perlu penguatan pemahaman radikalisme di kalangan jurnalis, agar media mainstream bisa menjadi penyeimbang.

“Kondisi yang saling serang antar kontestan Pilkada sangat terbuka untuk ditunggangi paham radikalisme,” kata Anas.

Dari sisi penyelenggara Pilkada, Yuly Yulianingrum dari KPU Solo menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya maksimal untuk mencegah penyebaran paham radikalisme yang bisa mengganggu jalannya Pilkada.

“Kami berusaha agar setiap tahap yang dilakukan KPU itu terbuka, termasuk dalam proses rekrutmen anggota ad hoc,” katanya.

Dengan keterbukaan ini, diharapkan masyarakat bisa ikut mengawasi dan memberi masukan.

Dengan dana hibah Rp28 miliar dari APBD Solo, salah satu fokusnya adalah sosialisasi untuk mencegah gangguan selama Pilkada Serentak 2024.

“Tugas ini berat, dan tidak bisa diselesaikan oleh lembaga negara saja. Media dan masyarakat harus saling bahu-membahu,” tegas Yuly. (jn02)

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *