Terbukti Lakukan Order Fiktif yang Rugikan Driver Gojek, Polresta Solo Tangkap Mantan Petinggi Maxim Klaten
SOLO, JATENGNOW.COM – Muhammad Dwi Septyantono, mantan Head of Division Maxim, harus berurusan dengan kepolisian akibat dugaan aksi order fiktif yang merugikan sejumlah mitra driver PT GOTO (Gojek Tokopedia). Tindakan ini diduga dipicu oleh persaingan bisnis layanan transportasi online, meski tersangka menyatakan motifnya hanya “iseng.”
Wakasat Reskrim Polresta Surakarta, AKP Sudarmianto, menjelaskan bahwa tersangka melakukan order fiktif dengan titik penjemputan di Stasiun Klaten, padahal ia berada di rumahnya di kawasan Kelurahan Mojosono, Kecamatan Jebres, Solo.
“Pada 18 Mei 2024, tersangka membuat 11 orderan fiktif dengan lokasi palsu di Stasiun Klaten. Dari jumlah tersebut, empat driver menerima orderan, sementara sisanya dibatalkan karena tidak mendapat driver,” ungkap AKP Sudarmianto.
Akibat aksi ini, mitra driver mengalami kerugian materiil, sedangkan perusahaan Gojek turut merugi dari sisi kepercayaan konsumen. PT Gojek melaporkan penurunan order hingga 50 persen di area terkait, mengindikasikan dampak moril yang cukup signifikan terhadap perusahaan.
Menurut Sudarmianto, tindakan ini melibatkan manipulasi data elektronik dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 35 dan Pasal 51 ayat (1) UU ITE menetapkan sanksi pidana penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp12 miliar bagi siapa saja yang dengan sengaja memanipulasi informasi elektronik untuk menciptakan data palsu.
“Tindakan manipulasi data elektronik ini adalah bentuk kejahatan digital yang membuat transaksi fiktif seolah-olah sah. Kami tidak akan mentolerir perbuatan yang merusak ekonomi masyarakat dan melanggar prinsip persaingan yang adil,” tegas AKP Sudarmianto.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk print out order fiktif dan sebuah smartphone yang digunakan tersangka untuk membuat order palsu. Tersangka, Muhammad Dwi Septyantono, berdalih bahwa tindakannya hanya untuk “iseng” terhadap para driver, bukan untuk persaingan bisnis.
“Saya hanya iseng, tidak ada kaitannya dengan persaingan bisnis. Saya juga sudah mengundurkan diri dari perusahaan sejak 1 Juni lalu dan kini bekerja di lembaga kursus renang,” kata tersangka, sembari berharap agar tidak ada yang meniru perbuatannya.
Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan yang melibatkan manipulasi digital di sektor transportasi online, sekaligus mengingatkan pentingnya etika dan persaingan sehat dalam bisnis berbasis aplikasi. (jn02)