Hari Terakhir Sritex, Ribuan Karyawan Gelar Perpisahan dengan Coret-coret Seragam

Hari Terakhir Sritex, Ribuan Karyawan Gelar Perpisahan dengan Coret-coret Seragam (JatengNOW/Dok)
SUKOHARJO, JATENGNOW.COM – Ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat kebangkrutan perusahaan menggelar perpisahan dengan mencoret-coret seragam kerja mereka pada Jumat (28/2). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kenang-kenangan atas kebersamaan mereka selama bertahun-tahun bekerja di perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut.
Hari itu menjadi momen terakhir PT Sritex beroperasi sebelum secara resmi ditutup permanen pada hari ini Sabtu (1/3). Sejak pukul 09.30 WIB, para karyawan yang baru saja menyelesaikan hari kerja terakhir mereka keluar dari pabrik di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Mereka berfoto bersama di depan pabrik, sambil mengenakan seragam kerja berwarna biru yang telah dipenuhi tanda tangan rekan-rekan kerja.
Karwi Mardianto (39), salah satu karyawan yang telah bekerja selama 17 tahun di PT Sritex, mengungkapkan kesedihannya atas PHK ini. Ia bersama rekan-rekannya mencoret seragam kerja sebagai simbol kebersamaan yang pernah mereka jalani.
“Saya sudah bekerja di PT Sritex selama 17 tahun dan menjadi korban PHK. Kami mencoret baju kerja sebagai simbol kenang-kenangan pernah bersama di perusahaan,” ujarnya.
Meski kecewa, Karwi berusaha menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Ia berharap masih ada jalan keluar untuk keberlangsungan hidupnya dan keluarganya.
“Saya sekarang lulus dari perusahaan (PHK). Ini bentuk apresiasi kami untuk saling mengingat. Saya harus mengandalkan tabungan dulu untuk sementara waktu,” katanya.
Bagi Karwi, kehilangan pekerjaan ini semakin berat karena ia adalah tulang punggung keluarga. Bahkan, istrinya yang juga bekerja di Sritex turut terkena PHK.
“Saya punya tiga anak, istri saya juga terkena PHK. Tapi saya yakin, kalau ada rezeki nanti, Tuhan pasti kasih jalan,” tambahnya.
Sariyem (48), karyawan lain yang telah mengabdi di Sritex selama 28 tahun, juga merasakan kesedihan yang mendalam. Ia tidak menyangka harus kehilangan pekerjaan di usia yang tidak lagi muda.
“Saya hanya bisa pasrah. Berharap ada investor yang mau mengakuisisi perusahaan agar kami bisa kembali bekerja,” ungkapnya.
Saat ini, Sariyem harus mengandalkan tabungannya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ia juga merasa khawatir karena usianya yang tidak lagi muda bisa menjadi kendala dalam mencari pekerjaan baru.
“Saya sudah tua, sulit untuk dapat kerja lagi. Harapan saya, semoga perusahaan bisa kembali beroperasi dengan investor baru,” harapnya.
Penutupan permanen PT Sritex tak hanya berdampak pada ribuan pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga pada ekonomi lokal di Sukoharjo yang selama ini bergantung pada industri tekstil tersebut. (jn02)