Minyak Babi di Kremes Ayam Widuran, MUI Solo: Produk Jadi Haram meski Ayamnya Halal

0
WhatsApp Image 2025-05-26 at 15.10.10_41a3f463

Ilustrasi | Ayam Goreng Widuran (JatengNOW/Dok)

SOLO, JATENGNOW.COM – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solo, Abdul Aziz Ahmad, angkat bicara terkait polemik produk nonhalal di Rumah Makan Ayam Goreng Widuran. Menurutnya, tindakan tersebut berpotensi masuk ranah pidana dan dapat dijerat sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

“Kalau ranah hukum bisa dijerat KUHP Pasal 378 dan 386 KUHP. Dan UU Perlindungan Konsumen juga masuk. Itu bisa diancaman hukumnya berat 4–5 tahun penjara,” ujar Abdul Aziz saat ditemui, Selasa (27/5/2025).

Aziz menyatakan bahwa status hukum konsumen tetap aman, mengingat mayoritas masyarakat tidak mengetahui bahan baku produk tersebut mengandung unsur nonhalal. Ia menegaskan bahwa dalam konteks agama, ketidaktahuan konsumen tidak membuat mereka menanggung dosa.

“Konsumen karena tidak tahuan maka, tidak berstatus makan barang haram. Jadi tidak menanggung dosa,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa MUI tidak memiliki kewenangan langsung dalam menindak secara hukum, namun masyarakat yang merasa dirugikan tetap memiliki hak untuk melapor ke kepolisian agar kasus tersebut bisa ditindaklanjuti secara legal.

“Masyarakat (korban yang pernah makan) yang merasa dirugikan silakan melapor ke polisi. Kami hanya bisa mengimbau. Masalah halal dan haram sekarang bukan lagi tugasnya MUI untuk menyatakan, karena sertifikasi halal sudah jadi wewenang BPJPH,” katanya.

Aziz juga mengonfirmasi bahwa Rumah Makan Ayam Goreng Widuran belum pernah mengurus sertifikasi halal. Dengan demikian, penempelan label halal yang ditemukan selama ini merupakan klaim sepihak tanpa pengesahan dari lembaga berwenang.

“Belum (Ayam Goreng Widuran) mengurus (sertifikasi halal). Tempel (label halal) tanpa sepengetahuan MUI Solo,” tegasnya.

Menurut penjelasan Abdul Aziz, produk ayam goreng itu sejatinya halal. Namun, ketika unsur bahan tambahan seperti minyak babi digunakan, maka status kehalalannya berubah menjadi haram.

“Ini bentuk (produk) tahunya itu halal. Tapi tidak tahunya minyaknya dari babi (kremes). Dicampur sama ayam jadi haram. Ayamnya sendiri halal, tapi ayamnya kalau disembelih tidak benar jadi haram,” pungkasnya.

Kasus ini menjadi perhatian serius publik, mengingat pentingnya transparansi informasi bagi konsumen serta kepercayaan masyarakat terhadap pelabelan produk makanan, khususnya di wilayah dengan mayoritas penduduk muslim seperti Solo. (jn02)

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *