Gibran Klaim Indonesia Swasembada Pangan, Pengamat: Beda Jauh dari Cita-cita

0

Dwi Andreas Santosa membeberkan selama 10 tahun terakhir Indonesia banyak melakukan impor pangan.

debat-cawapres3-1

Gibran saat Debat Cawapres semalam. (jatengNOW/dok)

JAKARTA, JATENGNOW.COM – Gibran singgung petani milenial dan Indonesia swasembada pangan, pengamat menyebutkan pada 10 tahun terakhir saja beda jauh dari cita-cita.

Dalam Debat Cawapres semalam, cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka menyebutkan Indonesia bakal swasembada pangan.

Pendapat Gibran tersebut mendapatkan sanggahan dari seorang pengamat yang menyebutkan jika pada 10 tahun terakhir saja masih berbeda jauh dari cita-cita.

Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB, Dwi Andreas Santosa, mengkritisi pernyataan calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat Debat Cawapres Kedua, Minggu 21 Januari 2024, malam di JCC Senayan.

Gibran menyatakan bahwa pada tahun 2019-2022 pemerintah dianggap sudah swasembada beras.

Pada tahun 2023, Gibran menyatakan, baru ada impor beras lagi karena Indonesia terdmapak El Nino dan ini terjadi di sebagian besar belahan dunia. Padahal faktanya, impor naik dari tahun ke tahun hingga mengalami peningkatan hingga 2 kali lipat.

Dwi Andreas Santosa membeberkan selama 10 tahun terakhir Indonesia banyak melakukan impor pangan. Sehingga, selama ini yang terjadi justru berbeda jauh dari cita-cita swasembada pangan.

“Misalnya impor pangan yang terus memebesar dalam 10 tahun ini. Kalau dari catatan kami, itu impor pangan melonjak dari 10 miliar USD ke 18 miliar USD, hampir 2 kali lipat selama 10 tahun terakhir,” kata Dwi Andreas.

“Defisit neraca perdagangan kita juga melonjak hingga 2 kali lipat dari 8, 9 miliar USD melonjak hingga 16,2 miliar USD,” katanya.

Di sisi lain, Dwi Andreas membeberkan bahwa petani Indonesia selalu mengalami kerugian saat panen. Nomilanya mulai Rp250 ribu-Rp 1 juta.

“Kita membahas mengenai kesejahteraan petani, kita ingat betul tahun 2020-2022 sebagai contoh, nilai tukar petani (TP) tanaman pangan itu dibawah 100. Dalam arti apa, petani rugi,” ucapnya.

Dwi Andreas juga menegaskan, selama ini terus terjadi kualitas pada sektor pertanian. Artinya, program swasembada pangan selama 10 tahun terakhir masih jauh dari yang dicita-citakan.

“Ada hal yang lain, di sensus pertanian 2023 yang baru saja dipublis oleh BPS, juga terjadi penurunan. Sektor pertanian terus mengalami pemburukan,” katanya. (JN01)

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *