Kisah Pilu IRT Solo: Melahirkan Prematur karena Tekanan Penyidikan, Kuasa Hukum Laporkan Penyidik ke Propam

Kuasa hukum RMA, Andreas Pandapotan Sihombing, didampingi rekannya Yakub Chris Setyanto (JatengNOW/Kevin Rama)
SOLO, JATENGNOW.COM – Kasus dugaan penipuan yang menjerat seorang ibu rumah tangga warga Solo berinisial RMA (32) berbuntut panjang. Tak hanya menyisakan derita bagi RMA yang kini harus berpisah dengan bayinya, kasus ini juga menyeret penyidik Polresta Surakarta yang dilaporkan ke Propam Polda Jateng karena diduga melakukan pelanggaran prosedur.
Kuasa hukum RMA, Andreas Pandapotan Sihombing, menilai penetapan tersangka terhadap kliennya cacat hukum. Menurutnya, akar masalah sebenarnya berasal dari mantan suami RMA, yakni AP, yang menggunakan nama kliennya untuk bertransaksi dan mencairkan bilyet giro. Namun, justru RMA yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Faktanya, mantan suami yang memanfaatkan nama klien kami karena namanya di-blacklist bank. Tapi klien kami yang ditetapkan tersangka. Perlakuan penyidikan juga penuh kejanggalan hingga kami resmi melaporkan oknum penyidik Polresta Surakarta ke Propam Polda Jateng sejak 7 Juli 2025,” ujar Andreas, didampingi rekannya Yakub Chris Setyanto, Kamis (28/8/2025).
Andreas menambahkan, selama proses pemeriksaan atau BAP, RMA mendapat tekanan berat, bahkan dilakukan di sebuah rumah makan dan bukan di kantor polisi. Ironisnya, biaya makan ditanggung oleh RMA. Saat itu, kondisi RMA yang tengah hamil terganggu hingga melahirkan bayi secara prematur.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran prosedur hukum, tapi juga kemanusiaan. Klien kami melahirkan prematur akibat tekanan, bahkan tidak diperbolehkan bertemu bayinya yang dirawat di inkubator,” tegas Andreas.
Lebih lanjut, Andreas mengungkapkan adanya kejanggalan pada berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P21). Ia menyebut tidak ada tanda tangan RMA dalam BAP dan salinannya pun tidak diberikan.
“Ini jelas menunjukkan ketidakprofesionalan penyidik,” tandasnya.
Sementara itu, suami RMA, AS, menuturkan istrinya kini dalam kondisi tertekan secara psikis lantaran harus menjalani penahanan terpisah dari bayinya yang baru berusia delapan bulan.
“Kami merasa didzolimi. Penipuan Rp110 juta yang disangkakan harusnya ditanggung AP, tapi justru istri saya yang dipenjara. Padahal sejak awal saya minta damai dan siap membayar hutang, tapi diabaikan,” ungkap AS.
AS berharap kasus ini mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum.
“Kami mengetuk nurani polisi, jaksa, hingga hakim. Pasal yang didakwakan pada istri saya ancamannya ringan, tapi diperlakukan seolah penjahat besar. Kami hanya ingin keadilan untuk istri dan bayi kami,” imbuhnya.
Saat ini, perkara RMA telah dilimpahkan ke PN Surakarta dan menunggu proses persidangan. Kuasa hukum berharap laporan ke Propam dapat menjadi pintu masuk evaluasi terhadap penanganan kasus ini, agar RMA benar-benar mendapat keadilan. (jn02)