Tradisi Unik Desa Kawak: Sepak Bola Api dan Perang Api Meriahkan Sedekah Bumi
Sebelum kick-off, tetua adat mengoleskan air suci campuran air, minyak kelapa, dan sabun ke tubuh para pemain sebagai penangkal panas bola yang menyala.

Tradisi Unik Desa Kawak: Sepak Bola Api dan Perang Api Meriahkan Sedekah Bumi. (jatengNOW/Nurcahyo Adianto)
JEPARA, JATENGNOW.COM – Suasana magis dan penuh semangat menyelimuti Desa Kawak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Jepara, pada Selasa (6/5/2025) malam.
Warga berkumpul di halaman MTs Tashilul Muhtadiin untuk menyaksikan pertandingan sepak bola api—tradisi tahunan yang digelar sebagai bagian dari perayaan Sedekah Bumi.
Pertandingan dimulai pukul 21.00 WIB setelah para pemain menjalani ritual di punden buyutan—tempat keramat yang diyakini sebagai pusat spiritual desa.
Dalam prosesi tersebut, pemain membawa kelapa utuh dan air suci dari mbelik sucen makam punden sebagai bentuk perlindungan diri.
Sebelum kick-off, tetua adat mengoleskan air suci campuran air, minyak kelapa, dan sabun ke tubuh para pemain sebagai penangkal panas bola yang menyala.
Petinggi Desa Kawak, Eko Heri Purwanto, menjelaskan sepak bola api bukan sekadar hiburan, tapi sarat makna spiritual dan simbolik.
“Permainan sepak bola api ini sebagai simbol memerangi hawa nafsu dan amarah untuk mencapai kesuksesan dan kemakmuran,” ujarnya.
Pemain yang ikut serta adalah pemuda lokal, terutama anggota Karang Taruna Tunas Berlian. Mereka dibagi menjadi dua tim beranggotakan lima orang, Tim Merah dan Tim Hijau, yang dibedakan melalui ikat kepala.
Para pemain hanya mengenakan celana hitam dan bertelanjang dada, menambah nuansa heroik dalam permainan ekstrem ini.
Pertandingan berlangsung dalam dua babak masing-masing 15 menit. Meski bola yang digunakan menyala karena api, pertandingan berlangsung seru dan penuh sportivitas. Skor akhir 5-3 dimenangkan oleh Tim Merah.
Salah satu pemain, Candra (17) warga RT 18 RW 03 Desa Kawak, mengaku senang bisa berpartisipasi dalam tradisi ini.
“Memang sedikit panas, tapi panasnya gak kerasa karena sudah diolesi air suci,” ucapnya sambil tersenyum.
Acara ini tak hanya mengundang antusiasme warga setempat, tapi juga menyedot perhatian lebih dari 1.000 penonton dari desa-desa sekitar. Sorak sorai dan decak kagum mewarnai jalannya pertandingan.
Eko Heri berharap tradisi semacam ini terus dilestarikan dan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
“Kami ingin budaya-budaya lokal seperti ini menjadi warisan anak cucu kita. Jangan sampai terabaikan. Kami selalu evaluasi dan terus berinovasi supaya kebudayaan ini tetap terjaga,” tutupnya.
Dengan semangat kebersamaan dan kekayaan budaya lokal yang terus dipelihara, Desa Kawak menjadi contoh nyata bahwa tradisi dan modernitas bisa berjalan beriringan.(jn01)